Menikmati hadirat Allah hanya berdua dengan-Nya dapat menceritakan apapun kepada-Nya secara bebas, dengan ekspresif dan penuh antusias, adalah relasi yang dibangun bersama dengan Allah selama ini. Mampu merasakan suatu sensasi yang intim ketika saya berdiam dalam hadirat-Nya, ketika saya mampu untuk mengungkapkan dengan kata-kata yang memuja Allah, bahkan menyalurkannya lewat tulisan tangan yang diibaratkan seperti surat cinta untuk Tuhan.
Buku catatan itu menuliskan apapun yang dialami bersama dengan Tuhan di sepanjang hari atau minggu yang telah berlalu. Menulis mengingatkan ragam kisah yang telah terjadi. Sebuah tulisan dalam buku itu menjadi kumpulan kisah hidup yang Allah tuliskan spesifik untuk saya. Setiap kali sukacita penuh atau kesedihan yang mendalam, menuangkan itu ke dalam tulisan kepada Tuhan membuat relasi itu terikat kuat.
Tulisan mampu membuat saya mengucap syukur kepada Allah atas apa yang saya alami. Misalnya, saya menjadi lebih menghargai berkat yang Tuhan berikan, dan saya semakin menyadari bahwa terkadang Allah memberikan sesuatu lebih daripada yang saya minta. Hal itu terjadi ketika saya menuliskan kisah sukacita. Kemudian, ketika saya harus meluapkan emosi dengan marah dan kekecewaan kepada Allah dalam kisah sedih, hal itu membuat saya menjadi lebih lega dan emosi saya dapat dikendalikan. Sungguh, melalui ritme ini, saya benar-benar dapat menikmati hadirat Allah.
Hal yang membuat saya takjub adalah dampak dari tulisan itu bukan hanya untuk hari dan saat itu saja. Namun, ketika waktu dan tahun-tahun telah berlalu, kemudian saya membaca ulang dalam buku itu, saya mendapatkan kekuatan, penghiburan, teguran dan pengajaran kembali. Sebuah perjalanan yang begitu indah dan saya selalu menikmati itu bersama Allah.
Terkadang juga, dalam diam, saya terduduk di atas kasur, atau di tengah-tengah perjalanan, saya dapat membayangkan kehadiran Allah di samping saya, dan Ia sedang mendengarkan cerita saya yang banyak itu. Di manapun, ketika pikiran saya fokus kepada-Nya, saya mampu untuk masuk dan mengalami Dia. Terutama ketika saya berada di alam terbuka dan menyaksikan keindahan ciptaan-Nya. Selain kontemplatif, ritme kudus naturalis menjadi cara saya untuk mengalami kasih-Nya. Ketika dua ritme itu dikombinasi menjadi satu, saya mampu untuk lebih dalam lagi masuk dalam hadirat Allah, berdua dengan-Nya. Sebuah relasi intimasi yang tidak akan saya dapatkan dari banyaknya relasi dalam dunia ini.
Beberapa kali saya sering pergi ke taman untuk menikmati waktu berdua, bersama dengan Allah. Saat itu saya akan membawa Alkitab, pena, dan sebuah buku yang siap menuliskan beberapa kisah indah bersama-Nya. Jika tidak ada waktu untuk keluar, maka saya memilih duduk di depan meja belajar yang menghadap jendela kamar atau jendela di kelas, kemudian melihat langit, pohon, burung-burung berterbangan, dan saya mulai menikmati waktu bersama dengan Allah. Hal ini bisa berlaku pada langit pagi, siang, dan malam, dengan sensasi yang intim dengan Allah. Ini adalah suatu ritme dan irama yang memikat saya untuk lebih dalam lagi mengenal siapa Allah saya, mengenal diri saya dan apa yang Ia ingin lakukan melalui, kepada dan bersama saya.
-Catatan kelas, tahun 2018-
Setelah enam tahun tulisan di atas saya tulis, tahun ini, saya masih terus menjalani hari-hari yang penuh dengan tantangan, yang terkadang diiringi dengan susah hati dan tentu saja sukacita di dalamnya. Namun, rasa intimasi bersama Tuhan senantiasa menyertai perjalanan saya, walau relasi ini menjadi fluktuatif dengan cara yang berbeda oleh karena banyaknya kisah yang sudah terlukis sepanjang perjalanan. Saya percaya Tuhan senantiasa dekat, bahkan ketika saya tidak bisa merasakan kehadiran-Nya oleh karena banyaknya beban persoalan, Dia tetap dekat. Saya percaya karena dalam setiap langkah yang berat, Ia selalu menyediakan kekuatan dan jalan keluar. Dia adalah Allah yang menyertai. Teman seperjalanan yang tidak pernah meninggalkan.
Oleh sebab itu, saat ini Mazmur 63 adalah surat cinta antara Allah dan manusia yang sedang saya nikmati.
Ya Allah, Engkau Allahku, pagi-pagi aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku letih merindukan Engkau, seperti tanah yang kering dan kehausan, tiada berair.Demikianlah aku mengarahkan mata pada-Mu di tempat kudus, untuk melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.Sebab kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau.Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menyebut nama-Mu dengan tangan terangkat.Jiwaku dikenyangkan seperti dengan sumsum yang terlezat, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku menyanyikan puji-pujian.Saat aku mengingat Engkau di tempat tidurku, aku merenungkan Dikau sepanjang jaga malam;sebab Engkau telah menjadi pertolonganku, dan di bawah naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.Jiwaku melekat pada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.
(TB2 - ay. 1-9)
#voicelstellstories #voicelsfromthebible #elsahuka